ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA
(AD/ART PPNI)

MUKADIMAH

Kami komunitas keperawatan Indonesia meyakini bahwa kami memerlukan suatu wadah
bagi perjuangan profesi dalam mengisi kemerdekaan Republik Indonesia, demi
tercapainya kehidupan masyarakat yang sehat, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 45.

Berkat rahmat Allah Yang Maha Esa disertai adanya keinginan bersama dari berbagai
organisasi keperawatan untuk menyatukan diri dan membentuk hanya satu organisasi
profesi keperawatan di Indonesia. Organisasi profesi yang dimaksud Persatuan Perawat
Nasonal Indonesia (PPNI).

Bahwa untuk membentuk suatu organisasi yang melindungi, mengayomi, membina daan
mengembangkan komunitas keperawatan di Indonesia sebagai sarana yang kuat bagi
komunitas keperawatan dan peduli terhadap asuhan keperawatan profesional yang
berkualitas bagi kepentingan masyarakat dan ikut serta dalam peningkatan kesejahteraan
komunitas keperawatan Indonesia.

Sebagai landasan untuk mencapai keinginan tersebut, disusunlah pedoman organisasi
yaitu dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.




ANGGARAN DASAR
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

BAB I
IDENTITAS ORGANISASI

Pasal 1
Nama Organisasi
Organisasi ini bernama Persatuan Perawat Nasional Indonesia disingkat dengan PPNI

Pasal 2
Bentuk Organisasi
Organisasi PPNI berbentuk kesatuan dimana kedaulatan tertinggi di tangan anggota
melalui Musyawarah Nasional.

Pasal 3
Waktu Pendirian
Organisasi ini didirikan pada tanggal 17 Maret 1974 sebagai fusi dari berbagai organisasi
keperawatan yang sudah ada sebelumnya.

Pasal 4
Kedudukan
Organisasi ini berkedudukan di wilayah hukum Negara Republik Indonesia denmgan
Pengurus Pusat berada di ibukota Negara

Pasal 5
Lambang Organisasi
Lambang PPNI berbentuk lingkaaran yang berisi sebuah segi lima hijau tua dengan dasar
kuning emas dan sebuh lampu putih yang berlidah api lima cabang warna merah dengan
tulisan di pinggir bingkai berbunyi PERSATUAN PERAWAT NASIONAL
INDONESIA- PPNI

BAB II
SIFAT, AZAS DAAN TUJUAN

Pasal 6
SIFAT
PPNI adalah organisasi profesi keperawatan yang berorientasi kepada kebutuhan
kesehatan masyarakat melalui praktik keerawatan professional

Pasal 7
AZAS
Organisasi ini berazaskan kaidah organisasi profesi dan nilai-nilai profesi keperawatan




Pasal 8
TUJUAN
(1) Memantapkan persatuan dan kesatuan yang kokoh antar perawat.
(2) Meningkatkan mutu pendidikan dan pelayanan keperawatan dalam meningkatkan
derajat kesehatan manusia
(3) Mengembangkan karir dan prestasi kerja bagi tenaga perawat sejalan dengan
peningkatan kesejahteraan Perawat
(4) Memfasilitasi dan melindungi anggota dalam menggunakan hak politik dan hukum
(5) Meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi lain, lembaga dan institusi lain
baik di dalam maupun di luar negeri.

BAB III
PERAN DAN FUNGSI

Pasal 9
(1) PPNI berperan sebagai regulator dengan fungsi: sertifikasi dan memfasilitasi
registrasi dan lisensi
(2) PPNI berperan sebagai penata kehidupan keprofesian dengan fungsi:
Organisasi; pendidikan dan pelatihan; pelayanan keperawatan; hukum & politik,
pengembangan hubungan masyarakat dan kerjasama.
(3) PPNI berperan sebagai fasilitator dalam merespons peningkatan kesejahteraan;
dengan fungsi fasilitasi pengembangan karir dan sistem penghargaan; pemasaran;
dan pengembangan usaha

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 10
Macam Keanggotaan
Anggota PPNI terdiri dari:
(1) Anggota biasa
(2) Anggota khusus
(3) Anggota kehormatan

BAB V
ORGANISASI

Pasal 11
Organisasi PPNI terdiri Badan Legislatif, Badan Eklusif, Badan Pertimbangan, Badan
Kelengkapan dan Badan Khusus

Pasal 12
Badan Legislatif adalah Musyawarah Nasional (MUNAS), Rapat Kerja Nasionaal,
Musyawarah Propinsi (MUSPROP), Rapat Kerja Propinsi, Musyawarah Kabupaten/Kota
(MUSKAB/MUSKOT), Rapat Kerja Kabupaten/Kota, dan Musyawarah Anggota




Pasal 13
Badan Eksekutif adalah Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Pengurus Kabupaten/Kota
dan Pengurus Komisariat

Pasal 14

Badan Pertimbangan terdiri dari:
(1) Dewan Pertimbangan ,
(2) Majelis Kehormatan Etik Kepersawatan (MKEK)

Pasal 15
Badan Kelengkapan Organisasi adalah badan-badan yang dikukuhkan Pengurus Pusat
sesuai amanat MUNAS, yang terdiri dari:
(1) Kolegium Ners Spesialis
(2) Kolegium Ners
(3) Ikatan Perawat
(4) Himpunan Perawat

Pasal 16
Badan Khusus adalah unit yang dibentuk oleh Pengurus Pusat dan atau Pengurus Propinsi
untuk melaksanakan tugas tertentu yang bersifat sementara bila diperlukan

BAB VI
KEKAYAAN

Pasal 17
Kekayaan organisasi dapat berasal dari sumber:
(1) Uang pangkal
(2) Uang iuran
(3) Hibah dan sumbangan
(4) Usaha-usaha lain yang sah dan tidak mengikat

BAB VII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
DAN PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 18
Perubahan anggaran dasar ini hanya dapat dilakukan melalui suatu Musyawarah Nasional

Pasal 19
(1) Pembubaran organisasi hanya bisa dilakukan melalui Musyawarah Nasional Khusus
untuk itu
(2) Dalam hal organisasi dibubarkan, maka kekayaan organisasi diserahkan kepada
lembaga sosial aaatau Negara Republik Indonesia




BAB VIII
ATURAN TAMBAHAN

Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar (AD) ini dimuat dalam Anggaran
Rumah Tangga (ART) PPNI sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar




ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
(1) Yang dimaksud Perawat adalah seorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan
formal dalam bidang keperawatan yang prograaaam pendidikannya telah disahkan
oleh Pemerintah Republik Indonesia
(2) Yang dimaksud Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio,psiko,sosiokultural dan spiritual yang
komprehensif, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan
manusia. Keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik
dan atau mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan melaksanakan
kegiatan sehari-hari secara mandiri.

BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 2
Persyaratan Anggota
(1) Anggota Biasa:
a. Warga Negara Indonesia
b. Lulus pendidikan formal dibidang keperawatan yang telah disahkan oleh
Pemerintaah RI.
c. Menyatakan diri untuk menjadi anggota PPNI melalui proses pendaftaran anggota
pada Pengurus Kabupaten/ Kota atau Komisariat
d. Mengisi dan menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati
Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPNI
e. Bersedia aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI dan atau
Badan Kelengkapan PPNI

(2) Anggota Khusus
a. Perawat warga negara asing yang bekerja di Indonesia dan telah memenuhi
ketentuan Pemerintah RI (PP Nomor 32 tahun 1996) dan telah mengikuti proses
adaptasi selama 6-12 tahun.
b. Menyatakan diri untuk menjadi anggota PPNI melalui proses pendaftaran anggota
pada Pengurus Kabupaten/ Kota atau Komisariat
c. Mengisi dan menandatangani surat persetujuan bersedia mengikuti dan mentaati
AD/ART PPNI
d. Bersedia aktif mengikuti organisasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan PPNI
dan atau Badan Kelengkapan PPNI




(3) Anggota Kehormatan:
i. Mereka yang bukan perawat, tetapi telah berjasa terhadap perkembangan
keperawatan dan organisasi PPNI
ii. Diusulkan oleh Kabupaten Kota dan disetujui oleh pengurus Propinsi
iii. Disahkan oleh pengurus pusat dalam kegiatan organisasi yang bersifat nasional

Pasal 3
Tata Cara Penerimaan Anggota

(1) Anggota biasa dan khusus diterima oleh pengurus Kabupaten/ Kota dengan surat
pengantar dari pengurus komisariat melalui pendaftaran tertulis dan pernyataan
persetujuan tertulis untuk mentaati AD/ART dan Kode Etik PPNI.
(2) Anggota kehormatan diusulkan oleh Pengurus Kabupaten/ Kota disetujui oleh
pengurus Propinsi dan ditetapkan oleh pengurus Pusat dalam kegiatan organisasi
yang bersifat nasional.
Pasal 4
Kewajiban Anggota

(1) Menjunjung tinggi, mentaati dan mengamalkan Sumpah perawat, Kode Etik
Keperawatan Indonesia, Anggaran Dasar dan Anggota Rumah Tangga dan semua
peraturan serta keputusan PPNI
(2) Membayar uang pangkal dan iuran bulanan, kecuali anggota kehormatan
(3) Menghadiri rapat-rapat atas undangan pengurus organisasi.

Pasal 5
Hak Anggota

(1) Anggota biasa berhak untuk mengajukan pendapat, usul atau pertanyaan baik
lisan maupun tertulis kepada pengurus PPNI, mengikuti seluruh kegiatan
organisasi, memilih dan dipilih sesuai jenjang kepengurusan organisasi.
(2) Anggota khusus dan anggota kehormatan berhak untuk mengajukan pendapat,
usul dan pertanyaaan baik lisan maupun tertulis kepada pengurus PPNI, mengikuti
seluruh kegiatan organisasi, tetapi tidak berhak memilih dan dipilih.
(3) Setiap anggota berhak mendapatkan kesempatan menambah atau
mengembangkan ilmu dan ketrampilan keperawatan yang diselenggarakan
organisasi sesuai program dan kemampuan organisasi serta memenuhi
persyaratan.
(4) Setiap anggota berhak mendapatkan perlindungan dan pembelaan dalam
melaksanakan tugas organisasi dan profesi apabila memenuhi:
a. Ketentuan organisasi
b. AD/ART
c. Kode Etik Keperawatan Indonesia
d. Standar kompetensi
e. Standar praktik
f. Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku




Pasal 6
Pemberhentian Anggota

Anggota berhenti/ hilang keanggotaan apabila:
Meninggal dunia
Permintaan sendiri secara tertulis, setelah melakukan konsultasi dengan pengurus
bidang organisasi PPNI Kabupaten/ Kota.
Diberhentikan oleh Pengurus Pusat atau usul Dewan Pertimbangan atau Majelis
Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, setelah terbukti berbuat hal-hal yang
merugikan organisasi

Pasal 7
Tata Cara Pemberhentian Anggota

1) Pemberhentian atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan
pemberitahuan secara tertulis kepada Pengurus Kabupaten/ Kota di mana ia
terdaftar, setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan pengurus bidang organisasi
PPNI Kabupaten/ Kota dan diajukan sekurang-kurangnya satu bulan sebelumnya.
2) Seorang anggota dapat dikenakan pemberhentian sementara oleh Pengurus
Kabupaten/ Kota setelah didahului dengan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga)
kali dengan jarak waktu masing-masing 1 (satu) bulan dengan tembusan kepada
Pengurus Propinsi dan Pengurus Pusat.
3) Paling lama 6 (enam) bulan setelah penetapan pemberhentian sementara,
Pengurus Kabupaten/ Kota dapat merehabilitasi kembali atau mengusulkan
pemberhentian tetap dengan persetujuan pengurus Propinsi kepada Pengurus
Pusat untuk dikukuhkan, apabila tidak menunjukkan perubahan kearah perbaikan.
4) Dalam kondisi luar biasa yang mengancam organisasi, Pengurus Pusat dapat
melakukan pemberhentian langsung, kemudian memberitahukan kepada Pengurus
Propinsi dan Kabupaten/ Kota.


Pasal 8
Pembelaan

1) Anggota yang diberhentikan sementara dapat membela diri di hadapan rapat pleno
Pengurus Kabupaten / Kota.
2) Bila dipandang perlu, anggota yang dikenakan pemberhentian tetap dapat
mengajukan pembelaannya pada Musyawarah Propinsi (MUSPROP) atau
mengajukan pembelaannya pada Musyawarah Nasional (MUNAS)
3) Keputusan Musyawarah Propinsi (MUSPROP) atau Musyawarah Nasional
(MUNAS) dapat membatalkan atau memperkuat tindakan pemberhentian tetap
tersebut dengan ketentuan bahwa keputusan tersebut memenuhi quorum yakni
didukung sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah utusan yang hadir
dalam Musyawarah Propinsi (MUSPROP) atau Musyawarah Nasional (MUNAS)




Pasal 9
Pengkaderan
1) Untuk kesinambungan upaya organisasi perlu dibina kader-kader kepemimpinan
PPNI.
2) Kader-kader yang akan dipromosikan telah disaring dengan criteria:
a. Memiliki prestasi, dedikasi dan loyal terhadap PPNI
b. Mempunyai bakat dan pengetahuan serta pengalaman dalam kepemimpinan
organisasi keperawatan
c. Telah melalui proses pendidikan dan atau pelatihan khusus untuk itu
d. Tidak pernah melakukan tindakan yang tercela
3) Ketentuan terkait pengkaderan dapat diatur tersendiri sepanjang tidak
bertentangan dengan ART PPNI

BAB III
ORGANISASI

Pasal 10
MUSYAWARAH NASIONAL
(1) Status :
a. Musyawarah Nasional selanjutnya disingkat MUNAS merupakan kekuasaan
tertinggi organisasi.
b. MUNAS diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus Pusat
melalui badan khusus yang disebut Panitia MUNAS, yang diangkat dan
bertanggung jawab kepada Pengurus Pusat.
c. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu MUNAS Luar Biasa,
atas usul sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pengurus Propinsi dan disetujui 2/3
(duapertiga) dari Pengurus Propinsi yang ada.
d. MUNAS dapat menyelenggarakan sidang ilmiah diluar siding organisasi.

(2). Kewenangan:
a. Mengesahkan jadwal acara dan peraturan tata tertib MUNAS
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUNAS
c. Menyempurnaan atau menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Organisasi, pedoman-pedoman pokok, garis-garis besar program kerja Organisasi
dan pernyataan sikap.
d. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Pusat mengenai pelaksanaan hasil
MUNAS sebelumnya, apabila pertanggungjawaban Pengurus Pusat selesai, maka
Pengurus Pusat dinyatakan demisioner, dan selanjutnya Pengurus Pusat
mempunyai status anggota biasa.
e. Memilih dan melantik Ketua Umum terpilih.
f. Menunjuk Ketua terpilih sebagai Ketua Tim Formatur.
g. Memilih Anggota Tim Formatur
h. Memberikan Mandat kepada Tim Formatur untuk melengkapi Personel Pengurus
Pusat, Dewan Pertimbangan Pusat dan Majelis Kehormatan Etik
Keperawatan Pusat, setelah terbentuk kepengurusan lengkap organisasi PPNI
secara otomatis Tim Formatur dinyatakan bubar.




i. Memberikan mandat kepada Ketua terpilih untuk melantik Pengurus Pusat,
Dewan Pertimbangan Pusat, Majelis Kehormatan Etik, Keperawatan Pusat dan
badan-badan kelengkapan PPNI yang baru.
j. Menetapkan garis-garis besar program kerja Pengurus Pusat.
k. Menetapkan tempat MUNAS berikutnya.

(3) Pedoman Umum MUNAS
a. MUNAS diselenggarakan oleh Pengurus Pusat melalui Panitia MUNAS terdiri
dari Panitia pengarah dan panitia pelaksana yang diangkat dengan hak otonomi
penuh dan bertanggung jawab kepada Pengurus Pusat.
b. Tempat pelaksanaan MUNAS ditetapkan pada MUNAS sebelumnya
c. Panitia Pelaksana MUNAS bertanggung jawab dari segi teknis penyelenggaraan
MUNAS
d. Peserta MUNAS terdiri dari:
1) Utusan :
a. Pengurus Pusat terdiri Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Ketua I dan
ketua II
b. Pengurus Propinsi terdiri dari Ketua pengurus propinsi, Sekretaris dan
wakil Ketua
c. Pengurus Kabupaten /Kota terdiri dari ketua pengurus
Kabupaten/Kota, Sekretaris dan wakil ketua Bidang Organisasi.
d. Dewan Pertimbangan terdiri dari Ketua dan Sekretaris
e. Majelis Kehormatan Etik Keperawatan terdiri dari Ketua dan
Sekretaris
f. Kolegium, Ikatan dan Himpunan masing-masing 1 (satu) orang

Sebagai utusan dibuktikan dengan surat mandat sebagai utusan dari
organisasi yang diwakilinya.

2) Peninjau adalah Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Penguirus
Kabupaten/Kota, Pengurus Komisariat, Pengurus Dewan Pertimbangan,
Pengurus Majelis Kehormatan Etik Keperawatan, Pengurus Badan
Kelengkapan diluar utusan dan undangan lain yang berminat menghadiri
MUNAS.

e. MUNAS sah apabila dihadiri oleh 50% ditambah satu jumlah Propinsi Pengurus
Kabupaten/ Kota, dan jumlah Kabupaten/ Kota yang hadir.
f. MUNAS, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda paling lambat 3
bulan setelah itu MUNAS dianggap sah dengan peserta MUNAS yang hadir
g. Utusan mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih, sementara peninjau
mempunyai hak bicara saja.
h. Sidang Paripurna MUNAS dipimpin oleh Pimpinan MUNAS yang terdiri dari
seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris, dan 2(dua) orang
anggota yang dipilih dari dan oleh peserta MUNAS, kecuali sidang paripurna
pengesahan quorum, Jadwal acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan MUNAS
dipimpin oleh Ketua UMUM dan Sekretaris Jenderal PPNI




i. Penyelenggaraan MUNAS ditetapkan di Propinsi secara bergilir dan Propinsi
penyelenggara diberi otonomi penuh
j. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata
Tertib MUNAS.

Pasal 11
MUSYAWARAH PROPINSI
(1) Status :
a. Musyawarah Propinsi selanjutnya disingkat MUSPROP merupakan kekuasaan
tertinggi organisasi di tingkat Propinsi.
b. MUSPROP diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus Propinsi
dan diselenggarakan selambat-lambatnya 6 bulan setelah MUNAS melalui badan
khusus yang disebut Panitia MUSPROP, yang diangkat dan bertanggung jawab
kepada Pengurus Propinsi.
c. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu Musyawarah Luar
Biasa di tingkat Propinsi, atas usul sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pengurus
Kabupaten/ Kota dan disetujui 2/3 (duapertiga) dari Pengurus Kabupaten / Kota
yang ada.
d. MUSPROP dapat menyelenggarakan sidang ilmiah diluar sidang organisasi.

(2) Kewenangan :
a. Mengesahkan Jadwal acara dan peraturan tata tertib MUSPROP.
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUSPROP.
c. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Propinsi mengenai amanat yang diberikan
oleh MUSPROP sebelumnya, apabila pertanggungjawaban Pengurus Propinsi
selesai, maka Pengurus Propinsi dinyatakan demisioner, dan selanjutnya Pengurus
Propinsi mempunyai status anggota biasa.
d. Memilih Ketua Propinsi yang selanjutnya Ketua Propinsi terpilih dilantik oleh
Ketua Umum PPNI/ Pengurus Pusat.
e. Menunjuk Ketua Propinsi terpilih sebagai Ketua Tim Formatur.
f. Memilih Anggota Tim Formatur Propinsi.
g. Memberikan Mandat kepada Tim Formatur Propinsi untuk memilih Pengurus.
h. Propinsi, Pengurus Dewan Pertimbangan Propinsi untuk memilih Pengurus
Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Propinsi, setelah terbentuk kepengurusan
lengkap organisasi PPNI Propinsi secara otomatis Tim Formatur dinyatakan
bubar.
i. Memberikan mandat kepada Ketua Propinsi terpilih untuk melantik Pengurus
Propinsi, Dewan Pertimbangan Propinsi, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan
Propinsi dan badan-badan kelengkapan PPNI ditingkat Propinsi.
j. Menetapkan garis-garis besar program kerja Propinsi.

(3) Pedoman Umum MUSPROP
a. MUSPROP diselenggarakan oleh Pengurus Propinsi melalui Panitia Pelaksana
MUSPROP yang diangkat oleh Pengurus Propinsi.
Tempat pelaksanaan MUSPROP ditetapkan pada MUSPROP sebelumnya




b. Panitia Pelaksana MUSPROP bertanggung jawab dari segi teknis
penyelenggaraan MUSPROP.
c. Peserta MUSPROP terdiri dari :
1) Utusan :
a. Pengurus Propinsi terdiri dari Ketua Propinsi, Sekjen dan para Wakil
Ketua Propinsi.
b. Pengurus Kabupaten/ Kota terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Wakil
Ketua yang bertanggung jawab dalam bidang organisasi.
c. Dewan Pertimbangan dan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan
masing-masing 2 (dua) orang.
d. Kolegium, Ikatan dan Himpunan masing-masing 1 (satu) orang.

Sebagai utusan dibuktikan dengan surat mandat sebagai utusan dari
organisasi yang diwakilinya.

2) Peninjau adalah Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Pengurus Kabupaten/
Kota, Pengurus Komisariat Pengurus Dewan Pertimbangan Propinsi,
Pengurus Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Propinsi, Pengurus Badan
Kelengkapan diluar utusan dan undangan lain yang berminat menghadiri
MUSPROP.

d. MUSPROP sah apabila dihadiri oleh separuh ditambah satu dari jumlah
Utusan MUSPROP, apabila persyaratan ini belum terpenuhi dapat ditunda 3
bulan setelah itu MUSPROP dianggap sah dengan peserta MUSPROP yang
hadir.
e. Utusan dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan
dipilih.
Sementara peninjau mempunyai hak bicara saja.
f. MUSPROP dipimpin oleh seorang Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan 2
(dua) orang anggota yang dipilih dari dan oleh peserta MUSPROP, kecuali
sidang paripurna pengesahan kuorum, acara, tata tertib dan pemilihan
Pimpinan MUSPROP dipimpin oleh Ketua Propinsi.
g. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam
Tata Tertib MUSPROP.

Pasal 12
MUSYAWARAH KABUPATEN/ KOTA.

1) Status:
a. Kota Merupakan Kabupaten/ Kota selanjutnya disingkat MUSKAB/MUSKOT
merupakan kekuasaan tertinggi organisasi di tingkat Kabupaten/ Kota / Kabupaten
Kota
b. MUSKAB/ MUSKOT diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali oleh Pengurus
Kabupaten/ Kota dan diselenggarakan selambat-lambatnya 6 bulan setelah
MUSPROP melaui badan khusus yang disebut Panitia MUSKAB/ MUSKOT,
yang diangkat dan bertanggung jawab kepada Pengurus Kabupaten/ Kota.




c. Dalam keadaan luar biasa dapat dilakukan sewaktu-waktu Musyawarah Luar
Biasa ditingkat Kabupaten/ Kota, atas usul sekurang-kurangnya 2 (dua)
Pengurus Komisariat dan disetujui 2/3 (duapertiga) dari Pengurus Komisariat
yang ada.
d. MUSKAB/ MUSKOT dapat menyelenggarakan sidang ilmiah diluar sidang
organisasi.

2) Kewenangan :
a. Mengesahkan Jadwal acara dan peraturan tata tertib MUSKAB/ MUSKOT
b. Memilih dan mengesahkan Pimpinan MUSKAB/ MUSKOT.
c. Menilai pertanggungjawaban Pengurus Kabupaten/ Kota mengenai amanat yang
diberikan oleh MUSKAB/ MUSKOT sebelumnya, apabila pertanggngjawaban
Pengurus Kabupaten/ Kota selesai, maka Pengurus Kabupaten/ Kota dinyatakan
demisioner, dan selanjutnya Pengurus Kabupaten/ Kota mempunyai status
anggota biasa.
d. Memilih Ketua Pengurus Kabupaten/ Kota yang selanjutnya Ketua Kabupaten/
Kota terpilih dilantik oleh Ketua MUSKAB/ MUSKOT.
e. Menunjuk Ketua Kabupaten/ Kota terpilih sebagai Ketua Tim Formatur.
f. Memilih Anggota Tim Formatur MUSKAB/ MUSKOT
g. Memberikan Mandat kepada Tim Formatur MUSKAB/ MUSKOT untuk memilih
Pengurus Kabupaten/ Kota dan Dewan Pertimbangan Kabupaten/ Kota setelah
terbentuk kepengurusan lengkap organisasi PPNI Kabupaten/ Kota secara
otomatis Tim Formatur dinyatakan bubar.
h. Memberikan mandat kepada Ketua Kabupaten/ Kota terpilih untuk melantik
Pengurus Kabupaten/ Kota, Pengurus Dewan Pertimbangan Propinsi, dan badan-
badan kelengkapan PPNI di tingkat Kabupaten/ Kota
i. Menetapkan garis-garis besar program kerja Kabupaten/ Kota.


3) Pedoman Umum MUSKAB/ MUSKOT
a. MUSKAB/ MUSKOT diselenggarakan oleh Pengurus Kabupaten/ Kota melalui
Panitia Pelaksana MUSKAB / MUSKOT yang diangkat dan bertanggung jawab
kepada Pengurus Kabupaten/ Kota
b. Tempat pelaksanaan MUSKAB/ MUSKOT ditetapkan pada MUSKAB/
MUSKOT sebelumnya.
c. Panitia Pelaksana MUSKAB/ MUSKOT bertanggung jawab dari segi teknis
penyelenggaraan MUSKAB/ MUSKOT.
d. Peserta MUSKAB/ MUSKOT terdiri dari:
1) Utusan :
a. Pengurus Kabupaten/ Kota terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Wakil
Ketua Kabupaten/ Kota.
b. Pengurus Komisariat terdiri dari Ketua Komisariat, Sekretaris dan 1
(orang) anggota.
c. Penasehat Kabupaten/ Kota masing-masing 2 (dua) orang
d. Kolegium, Ikatan dan Himpunan masing-masing 1 (satu) orang.




2) Peninjau adalah Pengurus Kabupaten/ Kota, Pengurus Komisariat Pengurus
maupun Badan Kelengkapan diluar utusan dan undangan lain yang berminat
menghadiri MUSKAB/ MUSKOT.
e. MUSKAB/ MUSKOT sah apabila dihadiri oleh separuh ditambah satu dari
jumlah Utusan MUSKAB/ MUSKOT, apabila persyaratan ini belum terpenuhi
dapat ditunda 1 (satu) jam, setelah itu MUSKAB/ MUSKOT dianggap sah dengan
peserta MUSKAB/ MUSKOT yang hadir.
f. Utusan dengan mandat tertulis mempunyai hak bicara, hak memilih dan dipilih.
Sementara peninjau mempunyai hak bicara saja.
g. Sidang MUSKAB/ MUSKOT dipimpin oleh Pimpinan MUSKAB/ MUSKOT
yang terdiri dari seorang Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan 2 (dua) orang
anggota yang dipilih dari dan oleh peserta MUSKAB/ MUSKOT, kecuali sidang
paripurna pengesahan kuorum, acara, tata tertib dan pemilihan Pimpinan
MUSKAB/ MUSKOT dipimpin oleh ketua pengurus Kabupaten/ Kota.
h. Hal-hal yang belum tercantum dalam Pedoman Umum ini akan diatur dalam Tata
Tertib MUSKAB/ MUSKOT.

Pasal 13
RAPAT KERJA NASIONAL



1) Status:
a. Rapat kerja nasional adalah rapat kerja Pengurus Pusat yang dihadiri oleh
pengurus Pusat dan Pengurus Propinsi.
b. Rapat kerja nasional diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu periode
kepengurusan
c. Dalam keadaan luar biasa rapat Kerja Nasional dapat dilakukan sewaktu-waktu
atas usul Pengurus Pusat atau Pengurus Propinsi dan mendapat persetujuan
sekurang-kurangnya setengah jumlah Pengurus Propinsi yang ada.
2) Kewenangan:
a. Menilai pelaksanaan program kerja amanat MUNAS, menyempurnakan dan
memperbaiki
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi.
c. Membahas bahan-bahan yang akan dibahas pada MUNAS yang akan dating.
3) Tata Tertib Rapat Kerja nasional.
a. Rapat Kerja nasional diselenggarakan oleh Pengurus Pusat bersama Pengurus
Propinsi yang ditunjuk
b. Panitia Pelaksana Rapat Kerja nasional bertanggung jawab mengenai teknis
penyelenggaraan rapat kerja nasional.
c. Rapat Kerja nasional dihadiri oleh Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Dewan
Pertimbangan, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Indonesia, pengurus badan
kelengkapan dan badan khusus, peninjau dan undangan Pengurus Pusat
d. Rapar Kerja nasional dipimpin oleh Pengurus Pusat.
e. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD/ ART.









1) Status :




Pasal 14
Rapat Kerja Propinsi

a. Rapat kerja Propinsi adalah rapat kerja Pengurus Propinsi yang dihadiri oleh
b. Utusan Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi dan utusan pengurus Kabupaten/ Kota.
c. Rapat kerja Propinsi diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam periode
kepengurusan.
d. Dalam keadaan luar biasa rapat Pengurus Propinsi dapat dilakukan sewaktu-waktu
atas usul Pengurus Propinsi atau Pengurus Kabupaten/ Kota dan mendapat
persetujuan sekurang-kurangnya setengah jumlah Pengurus Kabupaten/ Kota yang
ada.

2) Kewenangan:
a. Menilai pelaksanaan program kerja amanat MUSPROP, menyempurnakan dan
memperbaiki untuk dilaksanakan pada sisa periode kepengurusan.
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi.
c. Membahas bahan-bahan yang akan dibahas pada MUSPROP dan atau masukan
MUNAS yang akan datang.

3) Tata Tertib Rapat Kerja Propinsi:
a. Rapat Kerja Propinsi diselenggarakan oleh Pengurus Propinsi bersama Pengurus
Kabupaten/ Kota yang ditunjuk Pengurus Propinsi.
b. Panitia Pelaksana Rapat Kerja Pengurus Propinsi bertanggung jawab mengenai
teknis penyelenggaraan rapat kerja Pengurus Propinsi.
c. Rapat Kerja Propinsi dihadiri oleh utusan Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi,
Dewan Pertimbangan Propinsi, Majelis Kehormatan Etik Keperawatan Propinsi,
pengurus badan kelengkapan dan badan khusus Propinsi, peninjau dan undangan
Pengurus Propinsi.
d. Rapat Kerja dipimpin oleh Pengurus Propinsi.
e. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan AD/ ART.

Pasal 15
Rapat Kerja Kabupaten/ Kota

(1) Status :
a. Rapat kerja Kabupaten/ Kota adalah rapat kerja Pengurus Kabupaten/ Kota yang
dihadiri oleh utusan pengurus komisariat.
b. Rapat kerja Kabupaten/ Kota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam periode
kepengurusan Pengurus Kabupaten/ Kota
c. Dalam keadaan luar biasa rapat Kerja Kabupaten/ Kota dapat dilakukan sewaktu-
waktu atas usul Pengurus Kabupaten/ Kota atau pengurus komisariat yang
mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah jumlah komisariat yang ada.





(2) Kewenangan:
a. Menilai pelaksanaan program kerja amanat MUSKAB/ MUSKOT.
b. Menyempurnakan dan memperbaiki untuk dilaksanakan pada sisa periode
kepengurusan selanjutnya.
c. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi.
d. Membahas bahan-bahan yang akan dibahas pada MUSKAB/ MUSKOT dan atau
usulan pada MUSPROP/ MUNAS yang akan datang.
(3) Tata tertib Rapat Kabupaten/ Kota.
a. Rapat Kerja Kabupaten/ Kota diselenggarakan oleh Pengurus Kabupaten/ Kota
bersama Pengurus komisariat yang ditunjuk Pengurus Kabupaten/ Kota.
b. Panitia Pelaksana Rapat Kerja Pengurus Kabupaten/ Kota bertanggung jawab
mengenai teknis penyelenggaraan rapat kerja Pengurus Kabupaten/ Kota.
c. Rapat Kerja Kabupaten/ Kota dihadiri oleh utusan Pengurus Pusat dan Pengurus
Propinsi, serta pengurus komisariat.
d. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan tata tertib ini.

Pasal
16
Musyawarah Anggota
(1) Status :
a. Musyawarah Anggota adalah pelaksanaan kedaulatan tertinggi di tingkat
komisariat yang dihadiri oleh seluruh pengurus dan anggota komisariat, utusan
Pengurus Propinsi dan atau pengurus Kabupaten/ Kota serta undangan pengurus
komisariat.
b. Musyawarah Anggota diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.
c. Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Anggota dapat dilakukan sewaktu-waktu
atas usul dan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya setengah jumlah anggota
yang ada.
(2) Kewenangan :
a. Menetapkan dan menilai pertanggungjawaban pelaksanaan program kerja
pengurus komisariat serta memperbaiki untuk dilaksanakan pada sisa periode
kepengurusan selanjutnya.
b. Membahas isu-isu yang dianggap penting untuk kelangsungan atau perkembangan
organisasi.
c. Memilih p3engurus komisariat.
d. Menentukan program kerja komisariat.
(3) Pedoman Musyawarah Anggota:
a. Musyawarah Anggota diselenggarakan oleh pengurus komisariat.
b. Musyawarah Anggota dihadiri oleh utusan Pengurus Propinsi dan atau Pengurus
Kabupaten/ Kota serta seluruh pengurus dan anggota.
c. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tat tertib ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.




Pasal 17
Pengurus Pusat

Pengurus Pusat PPNI terdiri dari:
1) Ketua Umum:
a. Ketua I : Membidangi Departemen Organisasi, HUKMAS dan pemberdayaan
politik, Pengembangan kerjasama dalam dan luar negeri
b. Ketua II : Membidangi Departemen Pendidikan dan Pelatihan, Pelayanan
Kesejahteraan.
2) Sekretaris Jenderal
a. Sekretaris I
b. Sekretaris II
3) Bendahara Umum
a. Bendahara I
b. Bendahara II
4) Ketua-Ketua Departemen :
a. Ketua Departemen Organisasi
b. Ketua Departemen Hukum & Hubungan Masyarakat serta Pemberdayaan
Politik
c. Ketua Departemen Pendidikan dan Pelatihan
d. Ketua Departemen Pelayanan
e. Ketua Departemen Pengembangan, Kerjasama dalam Negeri & Luar Negeri
f. Ketua Departemen Kesejahteraan
5) Anggota-Anggota Departemen :
a. Dua Anggota Departemen Organisasi,
b. Dua Anggota Departemen Hukum dan Hubungan Masyarakat serta
Pemberdayaan Politik
c. Dua Anggota Departemen Pendidikan dan Pelatihan
d. Dua Anggota Departemen Pelayanan
e. Dua Anggota Departemen Pengembangan, Kerjasama dalam Negeri &Luar
Negeri
f. Dua Anggota Departemen Kesejahteraan.

Pasal 18
Pengurus Propinsi

Pengurus Propinsi PPNI terdiri dari :
1) Ketua
2) Sekretaris
Wakil Sekretaris
3) Bendahara
Wakil Bendahara
4) Ketua-ketua Bidang :
a. Ketua Bidang Organisasi, Hukum dan Pemberdayaan Politik
b. Ketua Bidang pendidikan dan Pelatihan




c. Ketua Bidang Pelayanan.
d. Ketua Bidang Pengembangan, Kerjasama dan Humas
e. Ketua Bidang Kesejahteraan
5) Anggota Bidang :
a. Dua orang anggota Bidang Organisasi, Hukum dan Pemberdayaan Politik
b. Dua orang anggota Bidang Pendidikan dan Pelatihan
c. Dua orang anggota Bidang Pelayanan
d. Dua orang anggota Bidang Pengembangan, Kerjasama, & Hubungan Luar
Negeri
e. Dua orang anggota Bidang Kesejahteraan

Pasal 19
Pengurus Kabupaten/ Kota

Pengurus Kabupaten/ Kota PPNI terdiri dari :
1) Ketua
2) Sekretaris
Wakil Sekretaris
3) Bendahara
Wakil Bendahara
4) Ketua-ketua Devisi:
a. Ketua Devisi Organisasi, Hukum dan Pemberdayaan Politik
b. Ketua Devisi Pendidikan dan Pelatihan
c. Ketua Devisi Pelayanan
d. Ketua Devisi Pengembangan, Kerjasama dalam Negeri & Luar Negeri
e. Ketua Devisi Kesejahteraan
5) Anggota Devisi:
a. Dua orang anggota Devisi Organisasi, Hukmas dan Pemberdayaan Politik
b. Dua orang anggota Devisi Pendidikan dan Pelatihan
c. Dua orang anggota Devisi Pelayanan
d. Dua orang anggota Devisi Pengembangan, Kerjasama & Humas dalam Dalam
Negeri dan Luar Negeri
e. Dua orang anggota Devisi Kesejahteraan

Pasal 20
Pengurus Komisariat

1) Komisariat merupakan perwakilan dari pengurus Kabupaten/ Kota pada institusi
tertentu yang anggotanya sekurang-kurangnya 25 orang
2) Pengurus Komisariat PPNI terdiri dari :
a. Ketua
b. Sekretaris dan Wakil Sekretaris
b. Bendahara dan Wakil Bendahara
c. Seksi-seksi:
(1) Seksi Organisasi dan Hukum
(2) Seksi Pendidikan dan Latihan




(3) Seksi Pelayanan Keperawatan
(4) Seksi Pengembangan dan Kerjasama dan Humas
(5) Seksi Kesejahteraan Anggota

Pasal 21
Masa Kepengurusan

1) Peengurus PPNI diberbagai tingkat (Pengurus Pusat, Pengurus Propinsi, Pengurus
Kabupaten/ Kota, dan Pengurus Komisariat) dipilih untuk masa bakti 5(lima) tahun.
2) Ketua Umum, Ketua Propinsi, Ketua kabupaten/Kota, dan Ketua Komisariat dapat
dipilih untuk 2(dua) periode kepengurusan berturut-turut.

Pasal 22
Syarat-syarat Pengurus Organisasi

1) Berasal dari anggota yang berpengalaman dan mempunyai kepribadian yang baik,
berprestasi, dedikasi dan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap PPNI.
2) Mampu bekerjasama secara kolektif, mampu meningkatkan dan mengembangkan
peranan PPNI dalam pelayanan keperawatan professional dalam menunjang
pengembangan pelayanan kesehatan khususnya dan Pembangunan Nasional
umumnya.
3) Meemiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi dan profesi
4) Sanggup bekerja aktif dalam organisasi.

Pasal 23
Penggantian Pengurus Antar Waktu

1) Penggantian kepengurusan organisasi dalam satu masa jabatan dimungkinkan karena
ada pengurus:
a. Meningggal dunia
b. Berhenti atas permintaa sendiri
c. Pindah ketempat lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat aktif
dalam waktu 6 bulan
d. Tidak aktif mengikuti kegiatan organisasi yang dinilai oleh rapat pleno pengurus
diberhentikan.

2) Kewenangan pemberhentian pengurus sesuai ayat 1 butir d diatur sebagai berikut:
a. Pegurus Pusat dilakukan oleh Rapat Pleno Pengurus Pusat setelah berkonsultasi
dengan Dewan Pertimbangan Pusat.
b. Pengurus Propinsi dilakukan oleh Rapat Pleno Pengurus Propinsi setelah
berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Propinsi
c. Pengurus Kabupaten/ Kota dilakukan oleh Pengurus Kabupaten/ Kota setelah
berkonsultasi dengan Dewan Pertimbangan Kabupaten/ Kota.
d. Pengurus Komisariat dilakukan oleh Rapat Pleno Pengurus Komisariat setelah
berkonsultasi dengan Pengurus Kabupaten/ Kota.




e. Untuk Pengurus Badan Kelengkapan oleh Rapat Pleno Badan Kelengkapan dan
atas pertimbangan PPNI sesuai tingkat kepengurusan organisasi.

Pasal 24
Dewan Pertimbangan
1) Status:
a. Dewan Pertimbangan adalah Dewan yang memberikan pertimbangan untuk
masalah organisasi, hokum, keahlian dan profesi keperawatan pada Pengurus
Pusat atau Pengurus Propinsi atau Pengutus Kabupaten/ Kota
b. Dewan Pertimbangan dibentuk melalui Musyawarah Nasional, Musyawarah
Propinsi dan Musyawarah Kabupaten/ Kota.
c. Masa bakti pengurus Dewan pertimbangan selama 5 tahun
d. Ketua Dewan Pertimbangan dapat dipilih untuk 2(dua) periode berturut-turut

2) Kewenangan:
a. Memberi pengarahan, petunjuk, pertimbangan, saran atau nasehat kepada
pengurus PPNI sesuai dengan tingkat organisasi baik diminta maupun tidak
diminta sesuai kebutuhan organisasi,
b. Membina pengembangan profesi keperawatan dalam arti yang luas.

3) Susunan Pengurus:
a. Kedudukan Dewan pertimbangan berada di Pengurus Pusat, Pengurus Proipinsi,
dan Pengurus Kabupaten/ Kota.
b. Kepengurusan terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Anggota 3 orang
c. Hal-hal lain yang belum diatur dalam ketentuan ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan ketentuan ini.

Pasal 25
Majelis Kehormatan Etik Keperawatan

1) Status:
a. Majelis Kehormatan Etik Keperawatan adalah majelis yang memberikan
pertimbangan untuk masalah etik keperawatan kepada Pengurus Pusat atau
Pengurus Propinsi dan anggota.
b. Majelis Kehormatan Etik Keperawatan dibentuk melalui Musyawarah Nasional di
tingkat Pusat, Musyawarah Propinsi di tingkat Propinsi, sedangkan di tingkat
Kabupaten/ Kota dapat dibentuk dengan pertimbangan khusus Pengurus Pusat
c. Masa bakti pengurus Majelis Kehormatan Etik Keperawatan selama 5 tahun
d. Ketua Majelis Kehormatan Etik Keperawatan dapat dipilih untuk 2 (dua) periode
berturut-turut.

2) Kewenangan:
a. Melakukan penyelidikan dan menyelesaikan masalah etik yang berkaitan dengan
pelanggaran etik profesi keperawatan.
b. Membina penghayatan dan pengamalan Kode etik keperawatan
c. Melakukan koordinasi dengan Komite Etik Institusi sesuai jenjang organisasi.




3) Susunan Pengurus:
a. Kedudukan Majelis Kehormatan Etik Keperawatan berada di Pusat dan Propinsi
b. Kepengurusan terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Anggota 5 orang.
c. Hal-hal yang belum diatur dalam ketentuan ini diatur dalam peraturan tersendiri,
selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 26
Kolegium Keperawatan
1) Status:
a. Kolegium Keperawatan adalah badan kelengkapan PPNI yang bertanggungjawab
terhadap pengembangan dan pemantaun kepakaran dan profesi keperawatan pada
strata Ners atau Ners Spesialis.
b. Kolegium Keperawatan dikukuhkan pada Musyawarah Nasional
c. Kolegium Keperawatan berkedudukan di tingkat Pusat bertanggung jawab kepada
Pengurus Pusat; di tingkat Propinsi bertanggung jawab kepada Pengurus Propinsi.

2) Kewenangan:
a. Membantu PPNI dan Pemerintah dalam pengawasan, bimbingan, pengarahan, dan
peningkatan mutu pelaksanaan pendidikan dan praktik Ners dan Ners spesialis.
b. Mengembangkan keilmuan sesuai kepakarannya
c. Mengembangkan mekanisme dan materi ujian nasional sesuai kepakarannya.

3) Susuna Pengurus:
a. Kedudukan Kolegium Keperawatan berada di Pusat dan Propinsi
b. Masa Bakti Kolegium Ners atau Ners Spesialis selama 5 (lima) tahun
c. Ketua dan Pengurus Kolegium Ners dan Ners Spesialis dipilih dalam Sidang
Kolegium Ners atau Ners Spesialis dan dikukuhkan oleh Ketua Umum.
d. Ketua Kolegium Keperawatan dapat dipilih untuk 2 (dua) periode berturut-turut.
e. Pengurus Kolegium Ners atau Ners Spesialis adalah anggota biasa yang telah
menjadi anggota PPNI dan anggota Himpunan Ners atau Ners Spesialis
f. Hal-hal lain yang belum diatur dalam ketentuan ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan ketentuan ini.

Pasal 27
Ikatan Perawat
1) Status:
a. Ikatan Perawat adalah badan kelengkapan PPNI yang bertanggung jawab
terhadap pengembangan dan pemantauan profesi keperawatan sesuai
kekhususannya.
b. Ikatan Perawat adalah kumpulan perawat yang mempunyai kekhusususan
keilmuan keperawatan yang sama yang dibuktikan dengan sertifikasi.
c. Ikatan Perawat berkedudukan di tingkat Pusat bertanggung jawab kepada
Pengurus Pusat; di tingkat Propinsi bertanggung jawab kepada Pengurus Propinsi
dan di tingkat Kabupaten/ Kota bertanggung jawab kepada Pengurus Kabupaten/
Kota.




d. Ikatan Perawat tingkat Pusat dikukuhkan oleh Ketua Umum, Ikatan Perawat
Propinsi dikukuhkan oleh Pengurus Propinsi dan Pengurus Kabupaten/ Kota
dikukuhkan oleh Pengurus Kabupaten/ Kota.

2) Kewenangan:
a. Melakukan pengembangan dan pembinaan pendidikan dan praktik sesuai
kekhususannya.
b. Memberikan usul dan saran baik diminta atau tidak diminta kepada pengurus
PPNI sesuai jenjang organisasi terkait dengan pendidikan dan praktik
keperawatan kekhususannya

3) Susuanan Pengurus:
a. Kedudukan Ikatan Perawat berada di Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota
b. Masa Bakti Ikatan Perawat selama 5(lima) tahun
c. Ketua dan Pengurus Ikatan Perawat dipilih dalam Sidang Ikatan Perawat
d. Pengurus Ikatan Perawat adalah anggota biasa yang telah terjadi menjadi anggota
PPNI
e. Hal-hal lain yang belum diatur dalam ketentuan ini diatur dalam peraturan
tersendiri, selama tidak bertentangan dengan ketentuan ini.

Pasal 28
Himpunan Perawat
1) Status:
a. Himpunan Perawat adalah kumpulan perawat dari berbagai kekhususan keilmuan
keperawatan yang mempunyai peminatan dan lingkup pekerjaan yang sama.
b. Himpunan Perawat tingkat Pusat dikukuhkan Ketua Umum, tingkat Propinsi
dikukuhkan Pengurus Propinsi dan tingkat Kabupaten Kota dikukuhkan Pengurus
Kabupaten/ Kota
c. Himpunan Perawat berkedudukan di tingkat Pusat bertanggung jawab kepada
Pengurus Pusat; di tingkat Propinsi bertanggung jawab kepada Pengurus Propinsi;
dan di tingkat Kabupaten/ Kota bertanggung jawab kepada Pengurus Kabupaten/
kota.

2) Kewenangan:
a. Melakukan pengembangan dan pembinaan praktik keperawatan terkait peminatan dan lingkup pekerjaan yang sama.
b. Memberikan usul dan saran baik diminta atau tidak diminta kepada pengurus PPNI sesuai jenjang organisasi terkait dengan pendidikan dan praktik
keperawatan kekhususannya.

3) Susunan Pengurus:
a. Kedudukan Himpunan Perawat berada di Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/ Kota
b. Masa Bakti Himpunan Perawat selama 5 (lima) tahun
c. Ketua dan Pengurus Himpunan Perawat dipilih dalam sidang Himpunan Perawat.
d. Pengurus Himpunan Perawat adalah anggota biasa yang telah menjadi anggota PPNI




e. Hal-hal lain yang belum diatur dalam ketentuan ini diatur dalam peraturan tersendiri, selama tidak bertentangan dengan ketentuan ini.

Pasal 29
Badan Khusus

(1) Badan Khusus adalah badan yang dibentuk secara khusus oleh Pengurus Pusat melaksanakan amanat MUNAS dan bertanggung jawab kepada Pengurus Pusat.
(2) Badan-badan lain yang dibentuk sesuai kebutuhan yang diatur oleh peraturan
organisasi.
BAB IV
KEPUTUSAN

Pasal 30
(1) Semua keputusan yang diambil dalam organisasi dan badan kelengkapan PPNI dilakukan secara musyawarah dan mufakat.
(2) Apabila keputusan melalui musyawarah dan mufakat tidak berhasil, maka keputusan diambil atas dasar perhitungan suara terbanyak.
(3) Keputusan menyangkut perorangan dilakukan secara bebas dan rahasia

BAB V
KEKAYAAN

Pasal 31
(1) Besarnya uang pangkal dan uang iuran keanggotaan ditetapkan oleh MUNAS.
Yaitu iuran anggota Rp.5.000,-(Lima Ribu Rupiah)/ orang/ bulan dan Besarnya uang
pangkal bagi anggota baru adalah RP.25.000,-(Dua Puluh Lima Ribu Rupiah).
(2) Pengalokasian uang pangkal dan iuran bulanan anggota ditetapkan sebagai berikut:
a. Pengurus Pusat sebanyak 15 %
b. Pengurus Propinsi sebesar 20 %
c. Pengurus Kabupaten/ Kota sebesar 25 %
d. Pengurus Komisariat 40 %
(3) Uang pangkal dan iuran bulanan anggota badan kekhususan dapat ditambahkan dari
besarnya uamg pangkal dan iuran bulanan yang ditetapkan oleh MUNAS berdasarkan
kesepakatan pada sidang organisasi tersebut.
(4) Pembagian uang hasil usaha dari unit-unit pelaksana teknis atau usaha-usaha lain
yang mengatas namakan PPNI antara lain:
e. Pelaksana usaha yang bersangkutan 75%
f. Fee organisasi sebanyak 25 % dengan rincian:
1) Komisariat atau lokasi di mana badan usaha tersebut berada: 10 %
2) Pengurus Pusat, Propinsi atau Kabupaten/ Kota, masing-masing: 5 %
(5) Pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi wajib didokumentasikan sesuai
dengan sistem yang berlaku untuk organisasi nirlaba.
(6) Pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi wajib dipertanggungjawabkan
dalam forum MUNAS/MUSPROP/MUSKAB/MUSKOT dan Rapat organisasi


BAB VI
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
DAN PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 31
Perubahan anggaran rumah tangga ini hanya dapat dilakukan melalui Musyawarah Nasional


BAB VIII
ATURAN TAMBAHAN

Pasal 32
(1) Setiap anggota PPNI dianggap telah mengetahui isi dari Anggaran Dasar dan Rumah Tangga PPNI
(2) Perselisihan dalam penafsiran Anggaran Dasar dan Rumah Tangga PPNI ini diputuskan oleh Pengurus Pusat.
(3) Hal-hal yang belum diatur didalam Anggaran Rumah Tangga PPNI ini dimuat didalam peraturan tersendiri sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan ini.


MUSYAWARAH NASIONAL VII
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

Manado, 26 Juli 2005
PIMPINAN


KETUA
WAKIL KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA


: Drs. Haruman
: Armen P.,SKp.MM
: Dra.Femmy Lumi, Spsi.MKes
: 1. Masudin, SST.MKes
2. Sirajudin Noor,SKp.MKes

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HOME CARE

STRUKTUR ORGANISASI PPNI

OXYGEN THERAPY (TERAPI OKSIGEN)