ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS
Oleh : Km Ita Wirasadi
a. Pengertian
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal)
Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis (www.mediacastore.com)

b. Penyebab osteoporosis
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu :
• Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause.
Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
• Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.
Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena kurangnya asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 – 1500mgmg, sdangkan pada lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan 300-500mg. oleh karena pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium yang lebih cepat dari ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium. Selain itu, ada pula factor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit osteoporosis yaitu :
Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
- usia, lebih sering terjadi pada lansia
- jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil
- Ras, kulit putih mempunyai risiko paling tinggi
- Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak
yang dilahirkan juga cenderung mempunyai penyakit yang sama
-Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis vertebramenyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutam trejadi pada wanita antara usia 50-60tahundengan densitas tulang yang rendah dan diatas usia 70tahun dengan BMI yang rendah.
Factor risiko yang dapat diubah :
- Merokok
- Defisisensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam pada makanan, peminum alcohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsiumdari darah ke tulang sehingga pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi melemah. Mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh selalu ingin berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan banyak kalsium terbuang bersama air kencing.
- Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat
badan merupakan stimulus penting bagi resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi
merupakan penentu dari puncak massa tulang
- Gangguan makan (anoreksia nervosa)
- Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan resorpsi tulang menjadi lebih
cepat sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.
- Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretic, glukokortikoid, antikonvulsan, hormone
tiroid berlebihan, dan kortikosteroid.

c. Epidemiologi/insiden kasus
Penyakit ini 2-4 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Dari seluruh klien, satu diantara tiga wanita yang berusia diatas 60 tahun dan satu diantara enam pria yang berusia diatas 75tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan ini. Namun tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Menurut penelitian, 24% dari wanita umur 40-59tahun sudah mengalami osteoporosis dan 62% wanita berumur 60-70tahun mengalami osteoporosis (www.medicastore.com).
Di Indonesia prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36% sedangkan pria 20-27%, untuk umur diatas 70 tahun untuk wanita 53,6% sedangkan pria 38%.
Dan menurut yayasan osteoporosis internasional, lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang diseluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050, mereka yang terserang rata-rata berusia diatas 50 tahun.
Sedangkan menurut Depkes, 2006, dua dari lima orang di Indonesia memiliki resiko terkena penyakit osteoporosis.
Hasil penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006 menemukan bahwa sebanyak 38% pasien yang datang untuk memeriksakan densitas tulang mereka di Makmal Terpadu FKUI Jakarta ternyata terdeteksi menderita osteoporosis sebanyak 14,7% sedangkan di Surabaya sebanyak 26% pasien dinyatakan positif osteoporosis.

d. Patofisiologi
Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan factor lingkungan.
Factor genetic meliputi:
- usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
Factor lingkungan meliputi:
- merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulag, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.

e. Klasifikasi
• Osteoporosis primer
- Tipe 1 adalah tipe yang terjadi pada wanita pascamenopause
- Tipe 2 adalah tipe yang terjadi pada orang usia lanjut baik pria maupun wanita
• Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif misalnya mieloma multiple, hipertirodisme, hiperparatiroidisme dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya ; glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.
• Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada :
- Usia kanak-kanak (juvenile)
- Usia remaja (adolesen)
- Wanita pra-menopause
- Pria usia pertengahan

f. Gejala klinis/manifestasi klinis
• Nyeri tulang akut.. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
• Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
• Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
• Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
• Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
• Kecenderungan penurunan tinggi badan
• Postur tubuh kelihatan memendek

g. Pemeriksaan fisik
• B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
• B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat
• B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh pusing dan gelisah
• B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan
• B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses
• B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3

h. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
• Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
• Pemeriksaan x-ray
• Pemeriksaan absorpsiometri
• Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
• Pemeriksaan biopsi
i. Diagnosis/criteria diagnosis
Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :
• Radiology
• Pengukuran massa tulang
• Pemeriksaan lab kimiawi
• Pengukuran densitas tulang
• Pemeriksaan marker biokemis
• Biospi
• Dan memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)

j. Terapi/penatalaksanaan
• Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi tulang
• Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
• Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
• Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

k. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan

l. Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan mengganggu pernafasan.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
• Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis. Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
• Pengkajian psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.
• Pola aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis adalah :
• Data subyektif :
- Klien mengeluh nyeri tulang belakang
- Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
- Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan gerak
- Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
- Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
- Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
- Klien mengatakan buang air besar susah dan keras
• Data obyektif ;
- tulang belakang bungkuk
- terdapat penurunan tinggi badan
- klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
- terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
- klien tampak gelisah
- klien tampak meringis
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain, bladder, bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada, apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang
3. Pemeriksaan diagnostic
- Radiology
- CT scan
- Pemeriksaan laboratorium

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.

C. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan criteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.
Intervensi :
• Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi
• Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera
• Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih lama
• Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri
• Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya
• Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah
• Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk
Tujuan : cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
• Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk diobservasi
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
• Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis
• Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan
• Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan
R/ untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
• Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang
R/ peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya
• Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut
R/ bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
• Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya
R/ ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan
• Hindari kritik negative
R/ kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri
• Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien
R/ dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari
• Auskultasi bising usus
R/ hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus
• Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang
R/ Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus
• Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses
R/ mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan
• Lakukan latihan defekasi secara teratur
R/ program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin
• Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah
R/meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
• Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
R/ memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
• Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
R/ Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
• Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
R/ suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.

D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi :
• Nyeri berkurang
• Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
• Tidak terjadi cedera
• Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
• Status psikologis yang seimbang
• Menunjukkan pengosongan usus yang normal
• Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OXYGEN THERAPY (TERAPI OKSIGEN)

Askep Pada Pasien Rabies

STRUKTUR ORGANISASI PPNI